Selasa, 05 Januari 2010

Schooling pada ikan

Tingkah laku hewan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tingkah laku individual dan tingkah laku sosial. Tingkah laku individual dilakukan oleh satu individu hewan, misalnya burung elang mencari makan di muara sungai. Tingkah laku sosial terjadi karena adanya kerjasama diantara anggota-anggotanya. Contoh dari tingkah laku social adalah schooling pada ikan (Susilowati, dkk., 2001).
Tingkah laku social diawali dengan daya tarik, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan. Setelah terjadi pendekatan dilanjutkan dengan agregasi/ pengelompokan, dan akhirnya dilakukan kerjasama. Tujuan dari tingkah laku social adalah untuk pemeliharaan baik individu, kelompok maupun spesies (Susilowati, dkk., 2001).
Ikan berenang secara berkelompok, hal ini jelas merupakan suatu bentuk organisasi social. Biasanya individu dalam suatu kelompok ikan terdiri atas satu spesies, memiliki ukuran yang hampir sama, tidak memiliki pemimpin, serta semua individu melakukan aktivitas sama dalam waktu yang sama pula (Susilowati dan Rahayu, 2007).
Pitcher dalam Bone, dkk. (1995) menjelaskan bahwa perilaku social ikan terdiri atas perilaku “school” dan “shoal”. Istilah school untuk mendeskripsikan kelompok ikan yang berenang bersama-sama dengan kecepatan sama, berorientasi pararel, dan memiliki jarak terdekat antar ikan (NND= nearest-neighbar-distance) yang konstan. Dalam hal ini, terbentuknya school tersebut karena adanya respon social yang positif antara individu yang satu dengan yang lain, bukan karena sama-sama merespon suatu faktor lingkungan. Jadi kelompok ikan yang terbentuk ketika beberapa ekor ikan mendekati suatu stimulus eksternal (misalnya makanan) bukanlah suatu school, karena kelompok ini akan bubar begitu stimulusnya hilang (Price, 1975). Adapun perilaku “shoal” merupakan kelompok social ikan yang melakukan orientasi secara acak dan memiliki variasi jarak terdekat antar ikan (Susilowati dan Rahayu, 2007). Menurut Pitcher (1993), ikan memperoleh banyak manfaat dari perilaku shoaling termasuk pertahanan terhadap predator (melalui deteksi pemangsa yang lebih baik dan dengan menipiskan kemungkinan penangkapan individu), meningkatkan keberhasilan mencari makan, dan keberhasilan yang lebih tinggi dalam mencari pasangan.
Menurut Pitcher, TJ & Parrish, JK., (1993), schooling memiliki manfaat pada kawanan ikan untuk peningkatan efisiensi hidrodinamik antar anggotanya. Beberapa spesies ikan dalam schooling mengeluarkan "lendir" yang membantu untuk mengurangi gesekan air ke tubuh mereka. Ikan juga melakukan suatu pola gerakan ekor yang "bolak-balik" sehingga dari ekor mereka menghasilkan arus kecil yang disebut "pusaran". Setiap individu, dapat menggunakan pusaran kecil dari anggota ikan yang lain untuk membantu dalam mengurangi gesekan air pada tubuhnya sendiri. Sehingga, selain terjadi peningkatan efisiensi hidrodinamik, schooling juga bermanfaat untuk penghematan energi.
Keuntungan lain dari schooling adalah faktor keamanan terhadap predator. Schooling memberikan kesan jumlah anggota yang sangat banyak dalam wilayah yang luas. Kesan tersebut membingungkan predator untuk memangsa anggota kelompok. Selain itu, terdapat konsep "keamanan dalam jumlah”. Begitu banyak ikan dalam spesies memungkinkan anggota kelompok untuk bersembunyi di balik satu sama lain, sehingga membingungkan pemangsa oleh perubahan bentuk dan warna yang disajikan sebagai pola schooling yang berenang bersama. Tentu saja, individu yang berada di tepi luar school lebih mungkin untuk dimakan daripada yang di tengah. Namun, karena jumlah anggota yang sangat banyak, ketika ada pemangsa dalam jarak yang dekat, kawanan ikan dapat membentuk pola pertahanan yang berbeda-beda dan mereka dapat berpindah dari satu konfigurasi ke konfigurasi yang lain dan kemudian berkumpul kembali hampir sebagai satu unit dalam waktu yang sangat cepat, sehingga kemungkinan predator yang mati atau menarik diri dari perburuan. Schooling juga memberikan kemampuan suatu spesies ikan untuk melakukan perjalanan yang sangat jauh dalam jumlah besar baik untuk mencari mangsa atau melakukan reproduksi (Prentice, 2000).
Perilaku schooling merupakan tingkah laku yang sangat kompleks. Dari penelitian menunjukkan bahwa pada schooling, terjadi komunikasi intraspesies yang menyebabkan pola berenang antar anggota kelompok terlihat rapi dan dapat berubah-ubah dengan konfigurasi yang berbeda dalam waktu yang sangat cepat. Menurut Prentice (2000), ketika ikan berenang dalam kelompok, pengaturan tingkah laku ikan dilakukan oleh sistem penglihatan dan oleh sistem gurat sisi. Pada gurat sisi terdapat garis sel neuromast khusus yang tersusun di kedua sisi badan ikan yang disebut dengan “acoustico-lateralis”. Kedua garis lateral tersebut sangat peka terhadap gerakan dan perpindahan air ketika ikan berenang dekat dengan anggota kelompok yang lain. Hal tersebut yang membantu menjaga ikan rapi, dalam pola teratur. Beberapa ikan tidak memiliki garis lateral, atau sel sensitif, dengan demikian bergantung pada penglihatan mereka. Namun pada ikan yang tidak mengembangkan sistem penglihatan, garis lateral sangat berperan penting dalam schooling.

PEMBAHASAN
a) Pengamatan ketika ikan semua spesies dicampur
Dari hasil pengamatan dan analisis data diatas, ketika empat spesies ikan dicampur pada satu akuarium, semua spesies ikan bercampur. Namun, dari ikan yang bercampur tersebut, suatu spesies ikan dapat dibedakan melakukan schooling atau tidak berdasarkan jarak antar anggota kelompok dalam satu spesies. Apabila jarak antar individu dekat, maka tingkat schoolingnya besar, sedangkan ikan yang jarak antar anggota kelompok dalam satu spesies besar, maka spesies ikan tersebut cenderung tidak melakukan schooling. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pitcher dalam Bone, dkk. (1995), yang menjelaskan bahwa perilaku social ikan terdiri atas perilaku “school” dan “shoal”. Istilah school untuk mendeskripsikan kelompok ikan yang berenang bersama-sama dengan kecepatan sama, berorientasi pararel, dan memiliki jarak terdekat antar ikan (NND= nearest-neighbar-distance) yang konstan. Jadi, dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa semakin dekat jarak antar anggota kelompok, maka afinitas spesies dan tingkat kerjasama antar anggota kelompok juga semakin tinggi.
Dari hasil pengamatan, diketahui 2 macam spesies ikan yang memiliki afinitas tinggi, yaitu spesies ikan zebra (bergaris kuning) dan ikan mas (ikan warna oranye). Kedua spesies ikan tersebut cenderung untuk berenang dalam kelompok yang satu spesies. Namun dari keduanya, spesies ikan zebra memiliki afinitas yang lebih tinggi daripada ikan mas karena jarak antar anggota kelompoknya lebih berdekatan, sehingga tampak bergerombol dan tidak ada ikan yang memisahkan diri dari kelompok untuk waktu yang cukup lama.
Ketukan yang diberikan pada dinding akuarium dan pemberian makanan merupakan suatu stimulus eksternal. Ketika diberi ketukan, ikan menjadi tersebar. Namun pada ikan yang memiliki afinitas tinggi, yaitu ikan zebra, meskipun terlihat tersebar, namun jarak antar anggota kelompok tidaklah jauh. Begitu juga ketika diberikan stimulus berupa makanan, semua spesies ikan berkerumun ditempat yang terdapat makanan, ketika makanan habis, ikan kembali tersebar, namun pada ikan zebra dan ikan mas jarak antar anggota kelompok tidak jauh. Hal itu sesuai dengan pernyataan Price dalam Susilowati, dan Rahayu (2007), yang menyatakan bahwa terbentuknya school tersebut karena adanya respon social yang positif antara individu yang satu dengan yang lain, bukan karena sama-sama merespon suatu faktor lingkungan. Jadi kelompok ikan yang terbentuk ketika beberapa ekor ikan mendekati suatu stimulus eksternal (misalnya makanan) bukanlah suatu school, karena kelompok ini akan bubar begitu stimulusnya hilang. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan jarak antar anggota kelompok pada ikan zebra dan ikan mas selalu berdekatan yaitu adanya komunikasi intraspesies yang ditanggapi positif oleh masing-masing individu anggota kelompok.

b) Pengamatan afinitas spesies
Berdasarkan data pengamatan dan analisis data diatas, pada pengamatan afinitas spesies menunjukkan hubungan antara ikan uji dengan ikan yang ada di dalam akuarium kecil. Ikan uji cenderung berada di daerah conspesifik daripada di daerah heterospesifik dan daerah no fish. Hal ini disebabkan karena adanya daya tarik ikan yang berada di dalam akuarium terhadap ikan uji. Menurut Susilowati, dkk. (2001), daya tarik merupakan factor pertama untuk mengawali suatu tingkah laku social, yang kemudian dilanjutkan dengan pendekatan. Setelah terjadi pendekatan dilanjutkan dengan agregasi/ pengelompokan, dan akhirnya dilakukan kerjasama.
Tingkah laku social dalam hal ini adalah schooling, dilakukan oleh individu yang memiliki corak, ukuran yang hampir sama dan berada dalam satu spesies, sehingga meskipun kelompok ikan yang berada di daerah heterospesifik juga melakukan suatu pola tingkah laku, ikan uji cenderung tidak merespon stimulus daya tarik tersebut. Namun, kadangkala aktivitas yang tiba-tiba dari kelompok ikan di daerah heterospesifik merangsang ikan uji untuk mendekat ke daerah heterospesifik, tetapi tidak begitu lama ikan uji kembali lagi ke daerah conspesifik atau ke daerah no fish.
Menurut Partridge (1983), pada suatu schooling, terjadi suatu komunikasi intraspesies. Komunikasi tersebut dapat berupa gelombang bunyi maupun pola gerakan tertentu. Komunikasi intraspesies juga ditunjukkan oleh ikan uji melalui gerakan. Ketika ikan di daerah conspesifik melakukan suatu pola gerakan misalnya naik turun, maka ikan uji juga mengikuti pola gerakan tersebut, sehingga seakan-akan gerakan tersebut merupakan sarana komunikasi antara ikan uji dengan ikan yang berada di daerah conspesifik. Suatu pola gerakan yang dilakukan oleh kelompok ikan yang berada di dalam akuarium kecil ternyata menstimulus ikan uji untuk mendekat ke akuarium kecil dan melakukan gerakan yang sama. Sehingga, dapat dikatakan bahwa selain factor satu spesies dan memiliki corak warna yang sama, factor lain yang menyebabkan ikan uji cenderung berada di daerah conspesifik adalah adanya daya tarik berupa gerakan yang diperlihatkan oleh kelompok ikan di daerah conspesifik, yang merangsang ikan uji untuk berlama-lama di daerah conspesifik.

c) Pengaruh besar kelompok terhadap afinitas intraspesies
Berdasarkan data pengamatan dan analisis data, diketahui bahwa ikan uji cenderung untuk mendekati kelompok ikan yang jumlah anggotanya banyak. Hal ini dikarenakan jumlah anggota kelompok yang banyak, menyebabkan daya tarik yang dimunculkan oleh masing-masing individu anggota kelompok juga semakin besar, sehingga stimulus yang dihasilkan juga semakin kuat untuk merangsang ikan uji untuk mendekat.
Selain factor daya tarik, ikan uji mendekat pada kelompok yang jumlah anggotanya banyak karena factor untuk perlindungan diri. Hal ini sesuai dengan konsep "keamanan dalam jumlah”. Menurut Prentice (2000), keamanan dalam jumlah berkaitan dengan pertahanan terhadap predator. Apabila jumlah individu dalam suatu kelompok banyak, maka akan menimbulkan suatu kesan kelompok ikan yang sangat besar dalam wilayah yang luas, sehingga membingungkan predator untuk menangkap sasaran. Apabila dihubungkan dengan reproduksi, banyaknya individu memungkinkan masing-masing individu untuk memilih pasangan sehingga keberhasilan kawin lebih besar.
Ketika jumlah ikan dalam dua akuarium kecil sama, ternyata ikan uji cenderung lebih mendekat ke daerah kelompok ikan yang individunya memperlihatkan pola gerakan yang agresif. Pola gerakan yang dilakukan tiba-tiba oleh individu dalam akuarium 1 menyebabkan ikan uji tertarik dan mendekati kelompok tersebut. Sehingga, selain karena faktor jumlah anggota kelompok, spesies sama, ukuran dan corak warna sama, ternyata tingkah laku agresif yang diperlihatkan oleh anggota kelompok yang lain, juga berpengaruh terhadap schooling ikan.

DAFTAR RUJUKAN
Pitcher TJ, Parrish. 1993. Schooling. (Online), (http://seagrant.gso.uri.edu/factsheets/schooling.html, diakses tanggal 18 November 2009)
Prentice, K. 2000. Schooling. (Online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Schooling_(fish), diakses tanggal 18 November 2009)
Susilowati, Rahayu Sofia Ery. 2007. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang: FMIPA UM
Susilowati, dkk. 2001. Tingkah Laku Hewan. Malang: FMIPA UM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar