Selasa, 05 Januari 2010

Habituasi pada cacing tanah

Cacing tanah termasuk dalam Filum Annelida kelas Oligochaeta yang memiliki ciri-ciri tubuh bersegmen, simetri bilateral, tubuh berongga (memiliki selom) yang berisi cairan yang membantu pergerakan. Cacing tanah sudah memiliki saluran pencernaan yang lengkap, system peredaran darah tertutup, dan system saraf tangga tali (Riyanto, 2005). Permukaan tubuh cacing tanah berwarna merah sampai biru kehijauan. Bentuk tubuh panjang silindris, dengan 2/3 bagian posteriornya sedikit memipih kearah dorsoventral. Permukaan bagian bawah berwarna lebih pucat, umumnya berwarna merah jambu dan kadang-kadang putih (Kastawi, 2003).
Annelida mempunyai system saraf yang berkembang baik, terdiri atas neuron aferen (sensorik) dan neuron eferen (motorik) yang jelas. Pada ujung anterior, tali syaraf ventral terbagi (bercabang-cabang) dan menuju ke atas di sekeliling saluran pencernaan untuk bersatu dengan otak yang terdiri atas dua bagian. Dalam tiap segmen tali saraf yang rangkap terdapat suatu ganglion rangkap, masing-masing dengan dua pasang saraf (Soebiyanto, 1993).
Habituasi merupakan bentuk belajar sederhana yang ditemukan hampir pada semua spesies hewan. Pada hewan, tingkah laku belajar tersebut berupa tingkah laku yang dapat mengalami modifikasi sebagai akibat dari pengalaman individu. Bentuk belajar sederhana adalah respon bersyarat (Susilowati dan Rahayu, 2007).
Menurut Drickamer (2002), habituasi adalah tidak berpengaruhnya suatu respon terhadap individu karena pengulangan respon tidak menimbulkan reinforcement. Reinforcement adalah semua hal yang mengubah semua kemungkinan dari tingkah laku hewan. Reinforcement dapat negative maupun positif.
Dalam eksperiment ini masih menurut Drickamer (2002), berkurangnya suatu respon terhadap stimulus bisa terjadi selain karena habituasi juga dapat terjadi karena kelelahan jika stimulus terjadi secara berulang.
Habituasi dan respon bersarat pada dasarnya adalah sama, yaitu respon yang diberikan merupakan hasil dari pengalaman. Kebiasaan itu sendiri merupakan respon yag dipelajari secara berulang sehingga menjadi otomatis. Perbedaan antara kebiasaan dan respon bersarat antara lain yaitu:
1) Pada kebiasaaan biasanya lebih kompleks dalam hal melibatkan urutan aksi secara menyeluruh, dalam arti bahwa setiap bagian dari urutan kejadian merupakan respon bersyarat. Dalam arti satu bagian dari suatu respon merupakan stimulus untuk respon berikutnya.
2) Kebiasaan tidak diperoleh secara pasif, artinya bahwa hewan berpartisipasi secara aktif dalam perkembangan kebiasaan (Drickamer, 1984 dalam Susilowati dan Rahayu, 2002).
Jadi, dapat dikatakan bawa habituasi dapat merupakan rangkaian dari stimulus-respon-stimulus-respon, dan seterusnya. Pada suatu saat tertentu bila stimulus yang diberikan berulang-ulang, kemungkinan akan terjadi hewan tidak akan meresponnya. Hal tersebut terjadi karena kelelahan dan adaptasi, akan tetapi tidak sama dalam hal proses terjadinya kelelahan dan adaptasi tersebut. Kelelahan terjadi karena system saraf tidak lagi dapat menerima dan merespon stimulus yang datang mengenai system saraf tepi (Soebiyanto, 1993). Sedangkan adaptasi merupakan serangkaian kegiatan tingkah laku yang dilakukan oleh individu untuk bertahan pada suatu lingkungan yang baru.

PEMBAHASAN
System saraf cacing tanah berupa system saraf tangga tali. Dari timer dan ketukan pada cawan petri, selain menimbulkan bunyi, juga menimbulkan suatu getaran. Stimulus yang berupa getaran tersebut selanjutnya diterima oleh organ reseptor epidermal yang terletak pada sisi ventral maupun sisi lateral tubuh cacing. Reseptor epidermal tersebut merupakan bagian dari system saraf tepi. Stimulus yang diterima oleh reseptor epidermal pada cacing selanjutnya diubah menjadi impuls saraf dan diteruskan oleh neuron aferen (sensorik) menuju ke bagian otak. Setelah sampai di otak impuls saraf akan diterjemahkan, dan diterima oleh saraf eferen (motorik), gerak akan terjadi sebagai respon dari stimulus yang diterima.
Pemberian stimulus yang dilakukan berulang-ulang, menimbulkan impuls saraf yang diterima oleh reseptor epidermal untuk diubah menjadi impuls saraf terjadi secara terus-menerus. Sehingga, energy yang dibutuhkan caing banyak, apabila energy yang dibutuhkan kurang, maka hal itu menyebabkan system saraf pada cacing mengalami kelelahan, yang pada akhirnya system saraf tidak mampu lagi untuk menerima, mengubah, dan memberikan respon terhadap stimulus yang diterima oleh reseptor. Hal itulah yang menyebabkan, pemberian stimulus pada cacing tanah yang kolaps tidak menghasilkan suatu respon apapun dan cacing hanya diam saja.
Pemberian perlakuan setelah mengistirahatkan cacing selama 24 jam, pada umumnya respon yang diberikan cacing ketika menerima stimulus adalah sama dengan respon yang terjadi pada hari pertama. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk tidak merespon stimulus getaran menjadi lebih singkat dari pada hari pertama. Hal ini terjadi karena cacing memiliki “memori” terhadap habituasi hari pertama. “Memori” pada cacing tanah didapat dari stimulus yang diterima oleh reseptor epidermal kemudian diubah menjadi impuls saraf untuk diteruskan ke otak. Ketika impuls saraf sampai di otak, impuls tersebut diterjemahkan dan selanjutnya terjadi perintah untuk melakukan gerakan sebagai bentuk respon sesuai dengan stimulus yang diterima. Selain menterjemahkan dan memberikan perintah untuk menanggapi respon dengan gerakan, ganglion di otak juga menyimpan impuls saraf beserta dengan jawaban/ pesan gerakan sebagai respon. Sehingga ketika ada stimulus yang sama, maka otak langsung memberikan perintah untuk melakukan gerakan yang sama dengan memori yang tersimpan pada ganglion otak. Jadi, uji memori yang dilakukan pada cacing tanah sebagian besar menunjukkan hasil yang positif, karena system saraf pada cacing tanah sudah berkembang baik.

DAFTAR RUJUKAN
Drickamer, Leel. 2002. Animal Behaviour. New York: Mc Graw- Hill Higler Education
Kastawi, Yusuf. 2003. Zoologi Avertebrata. Malang: FMIPA UM
Riyanto, Sugeng. 2005. Filum Annelida. (Online), (http://www.ziddu.com/download/3144228/ filum Annelida.doc.html, diakses tanggal 23 Oktober 2009)
Soebiyanto. 1993. Fisiologi Hewan. Malang: IKIP Malang
Susilowati, Rahayu Sofia Ery. 2007. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang: FMIPA UM

2 komentar: