Selasa, 05 Januari 2010

Proposal konservasi ayam hutan

Tingkah laku hewan merupakan suatu cabang biologi yang berkembang dari fisiologi hewan. Dalam tingkah laku hewan dipelajari tentang kaitan yang kompleks dan vital mengenai hubungan antar anggota spesies dan spesies dengan lingkungannya. Bentuk hubungan tersebut sangat bervariasi, meliputi tingkah laku kawin sampai dengan mempertahankan diri terhadap musuh. Berbagai bentuk hubungan tersebut muncul berupa tingkah laku yang dapat diamati pada individu maupun kelompok (Susilowati, dkk., 2001).
Ada dua macam tingkah laku hewan berdasarkan individu yang terlibat dalam tingkah laku tersebut, yaitu tingkah laku individual dan tingkah laku social. Tingkah laku individual merupakan tingkah laku yang hanya dilakukan oleh satu individu hewan tanpa adanya suatu bentuk kerjasama dengan individu lainnya. Sedangkan tingkah laku social merupakan suatu bentuk kerjasama antara dua atau lebih individu yang terlibat (Susilowati, dkk., 2001).
Perkembangan IPTEK menyebabkan manusia mampu mengubah kondisi lingkungan sesuai dengan yang dikehendaki, sehingga mereka dapat dengan mudah mengeksplorasi, mengolah, dan memanfaatkan segala sesuatu yang terdapat dilingkungan untuk memenuhi kepentingan dan keperluan hidupnya. Peningkatan kemajuan IPTEK berdampak positif terhadap peningkatan jumlah populasi manusia di bumi, yang sudah pasti juga memerlukan sumberdaya alam (SDA) biotik maupun abiotik yang semakin besar pula. Seiring dengan peningkatan pemanfaatan SDA, menyebabkan semakin menciutnya luas lingkungan alami dan meluasnya lingkungan binaan manusia (Dharmawan, dkk., 2005).
Pada masa kini, akibat eksplorasi SDA yang tidak bertanggungjawab menyebabkan terjadinya kelangkaan dan kepunahan spesies-spesies organisme serta terjadi perubahan pola cuaca dan iklim. Menurut Dharmawan, dkk. (2005), saat ini kita dihadapkan oleh 2 tantangan dan urgensi untuk menjamin keberlanjutan sejumlah besar spesies hewan, yaitu:
1) Menjaga kelestarian ketersediaan dari sumberdayanya
2) Memelihara kondisi lingkungan hidupnya
Ayam hutan (Gallus sp) merupakan kekayaan alam Indonesia yang keberadaannya saat ini terancam punah. Beberapa tahun lalu harga seekor ayam hutan tidak sebanding dengan usaha penangkapannya. Pekerjaan yang dahulu hanya iseng-iseng, sekarang menjadi semiprofesional, sebagai akibatnya populasi beberapa spesies ayam hutan di pulau Jawa terus menurun. Selain itu, ayam hutan yang dijual di pasar ketika sampai ke tangan pembeli atau pemelihara, biasanya tidak akan berumur panjang. Hanya beberapa hari berada di rumah, ayam hutan ketakutan untuk bertelur, luka pada sayap dan kepala, tidak mau makan dan akhirnya mati. Hal tersebut semakin membuat populasi beberapa spesies ayam hutan semakin berkurang dan langka (Mufarid, 1997).
Di Indonesia terdapat dua spesies ayam hutan, yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Saat ini, spesies ayam hutan merah sangat langka bahkan hampir punah. Sedangkan spesies ayam hutan hijau (Gallus varius) masih cukup banyak ditemukan di hutan pulau Jawa. Jumlah ayam hutan yang semakin berkurang tersebut disebabkan karena aktivitas reproduksi ayam hutan sangat rendah dibandingkan dengan usaha perburuan dan penangkapan ayam hutan secara liar. Selain itu, kondisi lingkungan yang berubah menjadi tidak menguntungkan bagi kehidupan ayam hutan untuk melakukan aktivitas reproduksi. Padahal, aktivitas reproduksi merupakan factor penting dalam usaha mempertahankan keturunan dan keberadaan jenisnya di alam.
Untuk mengantisipasi punahnya spesies ayam hutan, telah dilakukan usaha pelestarian ayam hutan (Gallus sp) melalui upaya penangkaran. Namun, upaya tersebut kurang berhasil untuk memperbanyak jumlah ayam hutan. Ayam hutan di tempat penangkaran banyak yang stress dan akhirnya mati, sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu solusi tersebut yaitu dengan melakukan pengkajian yang mendalam tentang kehidupan ayam hutan di habitat aslinya, terutama tingkah laku ketika melakukan reproduksi dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk melakukan reproduksi.
Aktivitas reproduksi merupakan salah satu contoh dari tingkah laku social. Reproduksi pada makhluk hidup merupakan suatu proses alam dalam usaha mempertahankan keturunan dan keberadaan jenis suatu organisme di alam. Ada dua cara berbeda pada makhluk hidup dalam membentuk keturunan, yaitu reproduksi secara seksual dan secara aseksual. Reproduksi seksual terjadi karena bertemunya gamet jantan (sperma) dengan garnet betina (sel telur) dalam suatu proses pembuahan (fertilisasi), sedangkan pada reproduksi aseksual, keturunan yang terbentuk tanpa melalui proses pembuahan (Kimball, 1994).
Tingkah laku reproduksi merupakan keseluruhan tingkah laku yang muncul dan divisualisasikan oleh semua organisme pada saat terjadi aktivitas reproduksi, mulai dari tingkah laku peminangan sampai dengan tingkah laku memelihara dan menjaga anak. Tingkah laku reproduksi pada setiap organisme berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan organisme yang terlibat. Menurut Dharmawan, dkk. (2005), tingkah laku reproduksi juga dapat dipandang sebagai suatu bentuk adaptasi, karena hewan-hewan tertentu hanya melakukan aktivitas reproduksi pada waktu-waktu tertentu. Misalnya aktivitas reproduksi pada burung penguin. Penguin melakukan aktivitas reproduksi menjelang musim dingin. Sebelum musim dingin tiba, penguin melakukan aktivitas kawin. Setelah bertelur, telur akan dierami oleh induk jantan selama musim dingin. Telur akan menetas setelah musim dingin selesai dan berganti menjadi musim panas. Tingkah laku reproduksi tersebut bertujuan untuk kelestarian anak-anak yang menetas, karena pada musim dingin makanan sulit dicari.
Menurut Susilowati, dkk. (2001), rangkaian proses reproduksi merupakan contoh dari efek aksional karena adanya interaksi antara tingkah laku, hormone dan stimulus lingkungan yang spesifik. Pernyataan ini dijelaskan pada proses reproduksi burung puter. Proses reproduksi diawali dari siklus reproduksi yang distimulus oleh hormone. Sekresi hormone pada burung puter jantan dan betina menyebabkan pematangan dan perkembangan gonad untuk siap melakukan fertilisasi. Selanjutnya terjadi tingkah laku peminangan yang dilakukan oleh burung puter jantan. Apabila burung puter betina menerima, maka akan terjadi kopulasi. Selanjutnya kedua burung puter menyempurnakan pembuatan sarang untuk meletakkan telur. Kehadiran sarang dan telur merupakan stimulus sekresi hormone dan tingkah laku yang berbeda. Setelah telur menetas, terjadi tingkah laku pemeliharaan dan penjagaan anak. Jadi, suatu pola tingkah laku reproduksi yang muncul bukanlah merupakan suatu kejadian yang sederhana, melainkan suatu kejadian interaksi yang kompleks antara factor internal dengan factor eksternal.
Menurut Susilowati, dkk. (2001), ada beberapa tahapan yang terjadi dalam tingkah laku kawin, yaitu:
a) Kebersamaan atau sinkronisasi, merupakan tahapan dimana terjadi kesesuaian antara pemasakan gonad pada individu jantan dan betina untuk melakukan fertilisasi. Apabila fertilisasi terjadi secara eksternal, maka pengeluaran telur dan sperma harus dalam waktu yang bersamaan. Tetapi apabila fertilisasi terjadi secara internal, maka waktu kopulasi dan pengeluaran sperma harus bersamaan dengan ovulasi sel telur.
b) Pemilihan waktu, diartikan bahwa terjadinya kerjasama antara hewan jantan dan betina harus terjadi pada waktu yang tepat. Pada tahapan ini, komunikasi dan sinyal harus terjadi antara kedua individu jantan dan betina agar terjadi fertilisasi.
c) Bujukan dan penentraman, yaitu tahapan dimana hewan jantan melakukan suatu gerakan yang menjadi stimulus bagi hewan betina untuk mengikuti hewan jantan ke sarangnya.
d) Orientasi atau arah, merupakan suatu hal yang berkaitan dengan daya tarik suatu hewan terhadap pasangannya. Orientasi sangat diperlukan dalam tingkah laku kawin untuk menentukan pasangan. Daya tarik yang dimiliki oleh hewan dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu berupa suara, bau dan visual.
e) Isolasi reproduksi, yaitu setiap spesies hewan memiliki perbedaan dalam tingkah laku kawin dan sinyal, sehingga hibridisasi di alam sangat jarang terjadi.

DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2006. Gallus varius. (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Stavenn_Gallus_varius_00.jpg, diakses tanggal 5 November 2009)
Anonim. 2009. Ayam Hutan Ragam Jenis dan Penyebarannya. (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam_hutan#Ragam_jenis_dan_Penyebaran, diakses tanggal 5 November 2009)
Anonim. 2009. Telur Ayam Hutan. (Online), (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://forum.kompas.com/members/anonymous-albums-road-selayar-part-ii-picture5540-telur-ayam-hutan.jpg&imgrefurl=http://forum.kompas.com/members/anonymous-albums-road-selayar-part-ii-picture5540-telur-ayam-hutan.html&usg=__065e99Jp1WnfRXxYgU73Rq0G34M=&h=450&w=600&sz=34&hl=id&start=1&itbs=1&tbnid=S5WvaDoJm5pEbM:&tbnh=101&tbnw=135&prev=/images%3Fq%3Dtelur%2Bayam%2Bhutan%26gbv%3D2%26hl%3Did, diakses tanggal 10 November 2009)
Baskoro. 2007. Ayam Hutan Hijau. (Online), (http://www.bio.undip.ac.id/sbw/index.htm, diakses tanggal 5 November 2009)
Dharmawan, Agus, dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM PRESS
Kimball, J.W. 1994. Biologi. Jakarta: Erlangga
MacKinnon, J. 1993. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Jogyakarta: Gadjah Mada University Press
Mufarid. 1997. Pelestarian Ayam Hutan. (Online), (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/?q=node/37, diakses tanggal 5 November 2009)
Susilowati, dkk. 2001. Tingkah Laku Hewan. Malang: FMIPA UM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar